Minggu, 03 Oktober 2010

Tempat Pembantaian Pejuang

Tempat Pembantaian Pejuang 

DESIR angin seperti ingin menggoyang begitu lewat di  Jembatan batu melengkung di Desa Lolong, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan. Saat berhenti di tengah, seakan kita berdiri di  singgasana yang dikelilingi panorama alam nan indah.

Suasana damai dan keindahan di sekitar Jemabatan Lolong menurut  penyanyi balada Ebiet G Ade menginsipirasikan dirinya untuk menciptakan lagu berjudul ’’Lolong’’ yang kemudian menjadi  hits pada tahun 1980-an.

Demikian pengakuan Ebiet saat bernostalgia ke Lolong belum lama. Setelah Ebiet mempopulerkan lagu ’’Lolong’’ tempat itu memang menjadi makin ramai. Ternyata jembatan batu Lolong bukan hanya menjadi tujuan wisata namun  juga menyimpan banyak sekali sejarah. 

Kepala Desa Fatmawati mengatakan,  menurut cerita para  orang tua, jembatan Lolong yang panjangnya 40 m dan lebar 3 m itu dibangun sekitar tahun 1912 oleh tenaga manusia yaitu warga Lolong yang dipaksa bekerja oleh penjajah Belanda.’’Di tempat itulah para pejuang sering dibantai dan ditembak mati oleh Belanda,’’ tuturnya.

Cerita yang paling populer di masyarakat adalah ketika Kepala Desa Lolong pertama yaitu Madrawi digantung di jembatan itu dan ditembak.
’’Menurut cerita mayatnya tak dimakamkan  namun dihanyutkan oleh penjajah untuk menebar teror bagi para pejuang,’’ tuturnya.

Penjajah Belanda kemudian memaksa  warga mengakat bebatuan dan bekerja  membangun  jembatan dari batu untuk memudahkan membawa hasil bumi dari Desa Lolong. Saat agresi militer Belanda  tahun 1947-1949 pusat pemerintahan Pekalongan (waktu itu masih menyatu antara Kota dan Kabupaten Pekalongan di pindah dari Alun-alun Kauman (sekarang Kota Pekalongan-red) ke pegunungan Lebakbarang. Satu -satunya jalan setapak yang bisa dilalui menuju ke sana ya melalui jembatan  lengkung itu.

Di jembatan itu pula pada masa itu di tempat itu menjadi pusat pertempuran dan benteng terakhir. Sebab Lolong adalah perbatasan langsung dengan Lebakbarang. Melihat kekayaan sejarah pada jambatan batu itu tidak heran jika warga Lolong kini menjaga keamanan jembatan itu dengan melarang kendaraan roda empat lewat ke sana.

Hal itu bukan tanpa alasan, 1990-an jembatan itu sempat rusak karena  sering dilalui mobil sehingga jika dulu bentuknya terlihat sekali melengkung seperti gunung  kini agak mendatar. 

Kendaraan  roda empat yang ingin ke Lolong kini  harus lewat jalur memutar melalui hutan dan  jalan yang menanjak. Melihat nilai sejarah yang begitu tinggi dan potensi wisata  di sekitar jembatan Lolong. Kades berharap Pemkab serius  memperbaiki infrastruktur yang menuju ke Desa Lolong. 

Jembatan melengung itu kini menjadi ikon Lolong. Saat Festival Durian belum lama ini digelar banyak pengunjung yang menggunakan jembatan itu sebagai latar belakang untuk mengambil foto. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar